Menulis Seting Cerita dalam Cerpen

Ada hal penting yang harus diperhatikan, seting dalam cerpen diarahkan untuk menguatkan suasana dan membantu menggambarkan karakter tokoh. Sehingga seting cerita dalam cerpen tidak harus ditulis panjang, apalagi bertele-tele, hal-hal yang tidak ada hubungan dengan cerita dan tokoh sebaiknya dihapus saja.

Sedangkan dalam novel, peran seting lebih luas lagi yakni bisa memberikan gambaran utuh tentang suasana cerita, background tokoh, memperkaya wawasan pembaca, bahkan seting bisa menjadi semacam “pengetahuan” atau “informasi”. Sehingga sah-sah saja seting yang begitu detail dalam novel akan sangat bermanfaat.

Seting dalam artian sederhana adalah tempat kejadian, suasana, kondisi dan hal-hal yang menjadi latar cerita. Dalam artian luas, bisa berkaitan dengan sejarah, pendidikan, ekonomi, sosial, budaya dan kebiasaan suatu masyarakat termasuk dialek, suku, dan warna kulitnya.

Nah, berikut ini tips menulis seting yang dapat menghidupkan cerita dalam cerpen:

  1. Tulis seting yang langsung berhubungan dengan tokoh, misalnya tempat tinggalnya, pekerjaannya, sekolahnya, dll.
  2.  Seting yang berkaitan langsung dengan cerita, hal ini yang berhubungan dengan tempat kejadian perkara saat cerita itu diceritakan.
  3. Penggambaran seting yang bersifat aktif, tokoh cerita dilibatkan langsung dalam penggambaran seting (narasi dan dialog).
  4. Batasi menulis seting yang tidak ada kaitan langsung dengan cerita.
  5. Tulis seting dengan pendekatan lima indra: penglihatan, pendengaran, penciuman, pengecap dan peraba (lebih lengkapnya baca modul SMCO).
  6. Hidupkan seting dengan memasukan emosi tokoh cerita, melarutkan tokoh dalam seting yang ditulis. Misalnya, ingin menulis tentang seting di pasar, gambarkanlah apakah tokoh tersebut kerasan berlama-lama di pasar, kuatir dengan keramaian, takut dagangannya tidak laku, waswas jika nanti kecopetan, dsb. Jika hanya menulis seting apa adanya tanpa respon aktif terhadap tokoh cerita, terkesan seting tersebut hanya tempelan sesuatu yang tidak relevan dengan kebutuhan untuk membangun keutuhan cerita.
  7.  Selama mencoba.

*Contoh seting narasi: Mewarisi tanah leluhur ini membuat aku muak dan stres. Punggungku setiap siang dipanggang matahari ketika harus mencangkul tanah tandus. Apalagi ini musim kering yang sadis. Sejauh mata ini memandang, tak ada tanda-tanda bahwa dulu di petak-petak persawahan ini tersimpan sejarah panjang tentang kehidupan. Lebih tepatnya, sejarah kemakmuran kampung kami.
*Contoh seting dialog:
“Wan, aku tak sanggup mengolah lagi petak sawah ini,” aku membuang badan seenaknya di jerami di pulau yang rindang dengan pendayang. Pulau adalah sebutan untuk tanah tinggi yang dikitari persawahan, yang biasanya ditanami pinang dan kelapa atau pohon keras lainnya.
“Kenapa?” mata lelaki tua itu menatap iba tubuh cekingku yang melegam karena keseringan disiram terik matahari kemarau.
“Aku ingin merantau. Tanah leluhur ini tak mampu memberiku harapan.”
“Memangnya kau akan kerja apa di kota?”
Aku hanya menelan ludah, perih. Hatiku sungsang

 

Sumber: Buku “Cara Dahsyat Menulis dengan Otak Kanan”, Penulis Joni Lis Efendi,Penerbit Writing-Revolution, 2012